PEMBAHARUAN PERGURUAN TINGGI (Bahan refleksi dan motifasi dalam melangkah)

Tantangan modern yang globalis kini telah memasuki babakan dengan tingkat kompetensi yang semakin ketat, sehingga menuntut institusi – institusi termasuk institusi pendidikan untuk melahirkan masyarakat yang intelektual yang siap menghadapi tatangan pendidikan era globalisasi ini. Zaman modern merupakan zaman yang ditandai dengan terjadinya kemajuan (progress) yang begitu pesat disegalah bidang. Disaat ini kemajuan tersebut disambut dengan terbuka oleh segenap makluk social. Keberhasilan dalam kemajuan ilmu dan teknologi yang berlandaskan moralitas akan membawa masyarakat kearah yang lebih baik sesuai dengan penciptaan manusia humanis rasionalis yang harus melakukan hal – hal yang sesuai dengan kaidah – kaidah yang berlaku. Manusia mampu berpikir secara otonom serta mampu membebaskan diri dari segalah macam kekangan dan penindasan. Tingkat kompetitif dari kemajuan pesat tersebut akan memberikan energi yang sangat dasyat pada institusi pendidikan untuk memberikan pelayanan yang terbaik.
Institusi pendidikan selayaknya memiliki konsep yang berlandaskan pada apa yang menjadi kebutuhan pada segala zaman bukan hanya pada zamannya. Untuk itu Perguruan Tinggi sebagai salah satu pelaku pengembang ilmu pengetahuan manusia mestinya telah siap untuk menghadapi segalah tantangan yang ada didepan mata tidak terkecuali kebutuhan pasar global, karena untuk menciptakan tatanan yang memiliki ciri khas mesti menghindari apa yang telah menjadi hal yang umum. Sehingga kelak menjadi panutan dan setrum bagi seantero kebudayaan manusia. Karena sejujurnya kebudayaan suatu kaum sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan kaum itu sendiri. Hal inilah yang memungkinkan sebuah institusi akan bergerak secara maksimal positif kearah yang lebih baik, dengan etika dan estetika budaya pendidikan yang mandiri akan mengarahkan sebuah perguruan tinggi kearah yang lebih baik. Ada beberapa hal yang perlu dilihat dalam kerangka mengidealkan sebuah pendidikan tinggi :
1.KONDISI LINGKUNGAN BELAJAR, FASILITAS DAN MODEL PROSES PEMBELAJARAN
Terkadang kuliah atau tatap muka mahasiswa dan dosen dengan jadwal yang padat dan kondisi lingkungan serta kampus yang tidak representative akan memberikan sebuah perubahan negetif bagi proses perkuliahan itu sendiri. Persoalan serap dan tidaknya materi yang dibawahkan oleh dosen mata kuliah sering monoton dan marathon sehingga lebih terkesan formalitas tanpa melihat lebih jauh method yang tepat dalam memberikan mata kuliah sehingga tidak dapat berhasil guna dan tidak dapat diserap oleh mahasiswa. Terkadang ketidaksiapan dosen dalam memberikan mata kuliah memberikan virus yang mematikan pertumbuhan pengetahuan anak didiknya. Terkadang pula budaya pengekangan fotivasi dan mental yang dilakukan oleh pendidik, misalnya tidak membeli diktat ataupun tugas yang diberikan berdampak pada nilai akhir dan sebagainya.
Menjadi pekerjaan rumah bagi mereka – mereka yang mempunyai kompetensi dalam institusi pendidikan tinggi untuk menjaga keseimbangan ini :
Mentor merupakan penasehat akademik yang bertugas memimbing dan memberikan nasehat serta konsultasi agar :
- Mahasiswa dapat mandiri dalam proses belajar mengajar; dengan demikian membentuk jati diri mahasiswa untuk dapat mandiri;
- Memperlancar dan menunjang proses serta kebiasaan belajar mengajar di perguruan tinggi;
- Mengembangkan diferesiensi keahlian yang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan akademik dan non akademik mahasiswa;
- Memantau perkembangan proses belajar mengajar mahasiswa;
- Pengawasan melekat terhadap mahasiswa asuhannya dari awal hingga mahasiswa yang bersangkutan dinyatakan telah lulus melaksanakan studinya.
Peralihan system pembelajaran dari teching ke learning merupakan langkah yang amat baik untuk dilakukan demi terciptanya kaum pemikir dan pekerja yang kuat yang nantinya dapat terlibat sebagai subjek pembangunan. Namun biasanya banyak kendala dalam sebuah perguruan tinggi yang seakan – akan ditutup – tutupi dan tidak merasa bahwa ini merupakan sebuah kekurangan dan penyakit berkepanjangan yang secara sadar maupun tidak akan sangat berpengaruh terhadap proses konstruktif diri menuju intelektual dan moralitas sejati. Kadang perlengkapan yang dibutuhkan tidak konteks lagi dengan apa yang ditemui dilapangan oleh mahasiswa, sehingga tidak terjadi pertautan pemikiran antara gambaran yang diberikan oleh dosen.
Selain itu watak dosen yang malas dan sewenang – wenang mestinya siap BERUBAH. Sebab ada banyak celah untuk tenaga pengajar melakukan hal yang tidak semestinya, pemberian mata kuliah dengan seenaknya, intensitas kehadiran pengajar dalam memberikan kuliah sangat rendah bahkan nol sama sekali, bahkan dosen terkesan marah – marah ketika dikritik mahasiswa atas keterlambatan materi dan lemah dalam menyalurkan ilmu, namun itu dipakai pengajar / dosen sebagai penambahan dalam daftar merah mahasiswa yang membangkang, padahal tidaklah demikian ceritanya. Akhirnya mahasiswa itulah yang dirugikan.
2.PRIORITAS KEBIJAKSANAAN AKADEMIKA
Kode etik sebuah intitusi pendidikan mestinya memiliki penciri agar dapat menunjukan eksistensi diri dan memberikan penegasan berbeda dari yang lain. Sebab intuk menanggulangi sebuah masalah perlu adanya sebuah strategi baru yang tidak lasim dari umumnya sehingga dapat menjadi obat mujarap dalam penataan sebuah institusi akademik itu sendiri. Birokrasi kampus sebagai parlamen dari sebuah pendidikan tinggi semestinya lebih menekan pada penciptaan pola pikir yang lebih merdeka dan kembali memadukan institusi pendidikan tinggi yang berpaham pada idealism birokrasi demokratif. Transparansi setiap kebijakan dan hasilnya mestinya lebih diperhatikan demi mewujudkan citra ideal dimata masyarakat, serta akan memberikan mutualism pada pihak birokrat dengan masyarakatnya. Masalahnya adalah bagaimana Institusi Pendidikan TInggi menyusun rencana strategi intern yang berfungsi ganda secara internal maupun eksternal institusi. Pihak institusi harus menyusun Prosedur Kerja dan Anggaran untuk menentukan arah kebijakan institusi. Saya tidak habis pikir jika seorang pimpinan perguruan tinggi tidak memahami persoalan ini, mau kemanahkah sebuah institusi diarahkan kalau layarnya tidak ada. Jangan hanya mimpi hari ini kemudian ide itu dijabarkan untuk staf dibawahnya. Ini keliru, singkatnya perguruan tinggi perlu sebauh regulasi yang mengatur secara khusus maupun teknis tentang arah institusinya. Begitupun arah keuangannya harus dilakukan secara terencana (confensional budget) sehingga apa yang diharapkan secara terencana itu dapat dilaksanakan secara terpadu.
3.MAHASISWA PENUNJANG PEMBAHARUAN
Sebenarnya kalau mau mengupas masalah partisipasi mahasiswa pasti tidak cukup sehalaman kertas saja, namun perlu saya mengarahkan pikiran pembaca agar setidaknya memahami sedikit tentang partisipasi mahasiswa yang menghubungkan suasana causal ini.
Menurut Arbi Sanit yang dikutip oleh saya dalam artikelnya Asep Setiawan, dikatakan disana bahwa mahasiswa memiliki beberapa faktor pendorong dalam meningkatkan peran mereka, yaitu :
1.Sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai horizon yang sangat luas diantara masyarakat.
2.Sebagai masyarakat yang paling lama menduduki bangku kuliah, paling tidak ilmu yang didapatpun lebih banyak. Dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi membuat mereka matang dalam proses ekonomi, sosial politik, budaya dan lain sebagainya yang sangat panjang diantara angkatan mudanya.
3.Kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik dikalangan mahasiswa, dengan pembentukan karakter yang sebelumnya awam dapat beradaptasi secara cepat dengan komunitasnya.
4.Mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari kestrataan pendidikan serempak menemukan dirinya sebagai orang yang punya peranan penting dalam melakukan pembaharuan.
Sudah jelas, dapat disimpulkan bahwa Mahasiswa adalah sebagai partisipator dan penunjang pembaharuan, karena dengan ilmu yang dimiliki secara formal maupun keterlibatannya secara organisatif memungkinkan fungsi sebagai penggerak pembangunan masyarakat maupun infrastruktur dapat diwujudkan.
Untuk dapat melakukan pembaharuan mahasiswa harus mampu melihat dan menjawab berbagai hal yang berbeda dengan kondisi saat ini, mahasiswa harus mampu secara intens melihat berbagai persoalan almamaternya. Tidak hanya mengelu terhadap kenyataan saat ini, namun mampu memberikan pikiran kritis terhadap dilemma saat ini dengan kontribusi pikir yang rasional. Sering terjadi mahasiswa (tidak semua - relaitif) belum mengetahui posisinya dikampus. Terkadang mahasiswa sering terkontaminasi dengan hal - hal yang tidak benar. seperti yang saya sampaikan diatas; reformasi membuat semua elemen termasuk mahasiswa angkat bicara. namun terkadang tujuan reformis itu menjadi disalah artikan, sehingga dalam penerapan atau aplikasinya sering terjadi deviasi riil dilapangan. mahasiswa mahasiswa sering menyampaikan aspirasinya tidak terkonsep baik secara teori maupun faktual dilapangan. mahasiswa sering menyampaikan argumennya tidak dengan bahasa yang santun dan etis. caci makian bahkan terkadang seisi hewan dikebun binatangpun tak luput. ini menandakan mahasiswa krisis etika dan moralitas. bagaimana perwujudan pendidikan yang hakiki kalau mahasiswanya apatis...???? Mahasiswa dalam kapasitasnya sebagai calon intelektual dalam menjawab kekurangan almamaternya, bukan hanya dapat mengkritik namun seharusnya sudah ada solusi – solusi yang ditawarkan kepada almamater guna menunjang pembaharuan diatas, dengan menyampingkan tindakan atau aksi arogan yang dapat memutuskan niat dan pikiran dasar mahasiswa itu sendiri. begitupun pihak Perguruan Tinggi – pun harus menyambut baik pikiran – pikiran mahasiswa tersebut apapun pikiran dan tawarannya. Akan sangat arif kalau mendengar aspirasi itu dari bawah keatas supaya pihak pimpinanpun mengetahui sejauh mana masalah yang mendasar itu. Pihak Institusi harus demokratif dalam mendengar segalah keluhan dari bawah, dengan demikian terbukalah suasana yang seimbang yang terhindar dari sikap arogan mahasiswa. Dengan adanya kode etik demikian akan memberikan suasana yang lebih kondusif, mahasiswa akan dihargai pikirannya untuk lebih “merdeka” dalam menentukan sikap, dan pihak Perguruan Tinggi – pun akan disanjung dan dihargai sebagai penguasa yang bijaksana. Jika hubungan ini mampu dijaga niscahya kehidupan kampus yang kondusif akan memperbaharui keadaan kampus yang ada saat ini.
4.TERIDARMA PERGURUAN TINGGI SEBAGAI PUNCAK
Pada dasarnya bangsa ini sangat menjungjung tinggi akan nilai – nilai pendidikan dalam mencerdaskan anak – anak bangsa ini, dan jika dipadukan dengan tridarma perguruan tinggi, maka akan melahirkan sebuah trilogi yang hakekatnya dapat melahirkan sebuah pembaharuan perguruan tinggi. Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tanggung jawab semua pihak termasuk perguruan tinggi. Kualitas sebuah institusi pendidikan tinggi pula akan mempengaruhi nilai kualitas mahasiswa itu sendiri. Diharapkan trilogi Perguruan Tinggi akan melahirkan mahasiswa berkualitas sebagai subjek pembangunan bukan sebagai prajurit – prajurit yang siap mendapat perintah tanpa mengandalkan ide dan kualitas diri untuk berinovasi sesuai kemampuan intelektualnya.
Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat merupakan sebuah motifator dan arah tindakan sebuah perguruan tinggi hakikatnya berjalan. Namun perlu diketahui bahwa yang harus diutamakan adalah bagaimana mensejajarkan trilogi ini secara horizontal dan terstruktur sama dan dominan secara menyambung. Perguruan Tinggi perlu meningkatkan kualitas pendidikannya (formal – non formal). Dengan berbagai inovasi yang telah dijelaskan diatas, dengan kualitas pikir yang ada institusi dapat mengembangkannya lewat penelitian ilmiah tentang berbagai persoalan yang terjadi dimasyarakat, Perguruan Tinggi lewat analisis ilmiah dapat menggali lebih banyak dengan memberikan kontribusi positif tentang bagaimana cara penanggulangan dan solusi yang tepat untuk pemecahan masalah. Aplikasi dari pendidikan adalah bagaimana melakukan penelitian yang kontribusinya dapat dirasakan oleh masyarakat, pengabdian masyarakat merupakan hasil dari pendidikan dan penelitian, dimana kontribusinya akan dirasakan secara nyata lewat kontribusi itu sendiri.
Akhir kata, citra pembaharuan sebuah institusi Perguruan Tinggi perlu sebuah rencana strategi yang dituangkan secara terencana dalam regulasi institusi yang mengatur secara umum maupun teknis yang kemudian mengarahkan institusinya sesuai Tri Darma Perguruan Tinggi, lingkungan belajar dan mengajar yang mendukung, pimpinan, dosen pengampu, mentor dan mahasiswa yang mengetahui posisinya masing – masing. Jika semuanya ini berjalan dengan baik, maka tentunya institusi perguruan tinggi manapun akan berjalan sesuai yang dicitakan, dan pasti mengalami pembaharuan yang berarti.

Komentar

Postingan Populer