Kesenjangan Pengelolaan Aset
Kesenjangan Pengelolaan Aset
Oleh: L. Erwin Layan*
Urusan pemerintahan konkuren menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaannya salah satu kewenangan Pemerintah Daerah adalah menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah, menetapkan penggunaan dan pemanfaatan barang milik daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dengan cakupan tugas dan tanggung jawab meliputi Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, Penilaian, Pemindahtanganan, Pemusnahan, Penghapusan, Penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Tentunya paket regulasi diatas merupakan amanat ideal yang mesti dijalankan, namun kondisi yang terjadi hampir setiap daerah belum menerapkan fungsi-fungsi manajemen aset tersebut secara sistematis sehingga setiap tahunnya masih terdapat banyak daerah yang menyandang opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan penekanannya adalah pengelolaan barang milik daerah atau aset daearah yang menyimpang. Kenyataannya berbagai persoalan aset yang sering terjadi di daerah antara lain aset tidak dijelaskan dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) dimana pemerintah daerah tidak menyajikan aset tersebut pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, penatausahaan aset belum memadai, misalnya terdapat perbedaan saldo aset tetap dan konstruksi dalam pekerjaan antara laporan barang milik daerah dan neraca, terdapat sejumlah aset yang tidak memiliki dokumen kepemilikan baik bawaan aset dari kabupaten induk pemekaran maupun pengelolaan aset yang terbengkalai setiap tahunnya misalnya bidang tanah yang belum teridentifikasi dalam kartu inventarisasi, sejumlah aset tanah belum memiliki sertifikat maupun beberapa Aset Tanah yang sedang mengalami gugatan pihak masyarakat atau pihak lainnya atau bahkan gedung dan bangunan yang bersumber dari kabupaten induk pemekaran yang hingga saat ini belum selesai permasalahannya.
Sebagaimana tugas dan fungsi jabatan dalam organisasi setiap SKPD mesti memiliki komitmen yang serius menangani aset daerah yang bermasalah dengan cara pemerintah daerah wajib hukumnya mengalokasikan anggaran demi optimalisasi pengelolaan aset maupun meningkatan kapasitas aparatur melalui pendidikan formal maupun pelatihan dan bimbingan teknis agar dapat memenuhi kaidah regulasi yang berlaku. Mestinya aparatur memahami esensi pengelolaan aset bukan hanya sebatas menginput pada aplikasi. Aplikasi hanya tools untuk mempermudah dan membantu menatausahakan dan bukan sebaliknya untuk menjajah pemikiran. Harapannya dengan identifikasi kelemahan pengelolaan aset diatas, tentunya perbaikan mulai dilakukan pada saat perencanaan anggaran dengan melakukan alokasi anggaran serinci-rincinya dan sejalas-jelasnya sesuai kode rekening. Kondisi ini akan sangat membantu mengidentifikasi dan inventarisasi aset pada buku inventarisasi maupun laporan keuangan nantinya. Penggabungan dua atau lebih rekening dalam satu mata anggaran akan sangat mempengaruhi identifikasi dan sikronisasi aset antara dokumen anggaran, dokumen aset maupun dokumen laporan keuangan daerah.
Kesulitan memastikan biaya perolehan, periode pembangunan, dan umur rencana atau service life aset daerah menyebabkan laporan neraca keuangan daerah belum dapat dicatat nilai aset Pemerintah Daerah. Kondisi ini sering dialami oleh daerah baru, selain disebabkan karena terbengkalainya administrasi pada saat peralihan pemekaran daerah otonom baru tetapi juga karena pengelolaan aset setiap tahun belum dilakukan secara memadai. Terkait dengan kondisi itu pemerintah daerah harus melakukan penilaian aset untuk mendapatkan nilai wajar aset, namun sebelum jauh melangkah aset pemerintah daerah harus berada pada status clear and clean dan tidak masalah secara legalitas. Harjanto dan Hidayati (2015: 9) mengatakan bahwa penilaian merupakan gabungan antara ilmu pengetahuan dan seni dalam mengestimasi nilai dari sebuah kepentingan yang terdapat dalam suatu properti bagi tujuan tertentu dan pada waktu yang telah ditetapkan serta dengan mempertimbangkan segala karakteristik yang ada pada properi tersebut termasuk jenis-jenis investasi yang ada di pasaran. Standar Penilai Indonesia (SPI 2015: 4.5) mendefenisikan bahwa penilaian adalah proses pekerjaan untuk memberikan opini tertulis mengenai nilai ekonomi pada saat tertentu. PSAK 68/IFRS 13 nilai wajar (fair value) merupakan harga yang akan diterima untuk menjual suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran.
PSAK 16 (Revisi 2007) mengatur bahwa suatu aset tetap (aktiva tetap) yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset (aktiva) pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan selain itu pengukuran dengan nilai perolehan tersebut masih ada pilihan model pengukuran lain. Dalam paragraf 29 mengatur mengenai pengukuran setelah pengakuan awal aset tetap, “Suatu entitas harus memilih model biaya (cost model) dalam paragraf 30 atau model revaluasi atau revaluation model dan dalam paragraf 31 sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama.” Sebagaimana ditegaskan pula bahwa Pengelola barang dapat melakukan penilaian kembali atas nilai BMN/D yang telah ditetapkan dalam neraca pemerintah pusat/daerah, penilaian kembali berlaku secara nasional, sehingga harus diturunkan menjadi keputusan penilaian kembali BMD oleh Gubernur/Bupati/Waliktota sebagaimana Pasal 52 PP 27 tahun 2014. Revaluasi atau penilaian kembali barang milik daerah dilakukan oleh pihak profesional dalam bidang penilaian yaitu penilai pemerintah atau penilai publik. Namun jika pemerintah daerah dibatasi oleh waktu dan anggaran, maka penilaian bisa dilakukan oleh tim taksiran atas pembentukan kepala daerah sebagaimana merujuk Permendagri 19 tahun 2016 pasal 327 untuk membentuk tim penaksir untuk menilai aset daerah diluar tanah dan bangunan.
Ketika aset semakin baik dan sistematis dikelola serta menghasilkan opini pemeriksaan keuangan tampa pengecualian kewajarannya, maka pada gilirannya alokasi anggaran aset akan tercipta kondisi yang produktif yaitu menggeser posisi aset dari cost center menjadikan aset sebagai revenue atau benefit center. Ciptono (2013) mengatakan bahwa Pengelolaan aset profesional merupakan proses dan program pemberdayaan atau empowerment dan pengembangan atau development aset (tangible dan intangible) secara berkesinambungan dan holistik serta berorientasi kepada penciptaan nilai atau value-creation. Manajemen aset secara profesional akan mampu memaksimalkan kinerja keefektifan (melalui penciptaan nilai dari aset yang dimiliki value-added dan value-in-use atau meningkatkan perannya sebagai revenue generator dan meminimalkan biaya pengelolaan aset. Dengan demikian anggaran yang terkuras sebelumnya tidak lagi membias dan mampu menghasilkan aset yang produktif.
Referensi:
Andrew, Anthony dan Pitt, Michael, 2000, “Asset Valuation on Specialized Public Sector Listed Building by Depreciated Replacement Cost”, AcademicPapers: Asset Valuation, Volume 18, pp.627-636;
Appraisal Institute, 2013, The Appraisal of Real Estate, Fourteenth Edition, Appraisal Institute Chicago
Hidayati dan Harjanto, 2015, Konsep Dasar Penilaian Properti, Edisi Revisi BPFE, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta;
Kepi dan SPI. 2015. Penerapan Penilaian Indonesia (PPI 3). Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI). Jakarta;
Appraisal Institute, 2013, The Appraisal of Real Estate, Fourteenth Edition, Appraisal Institute Chicago
Hidayati dan Harjanto, 2015, Konsep Dasar Penilaian Properti, Edisi Revisi BPFE, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta;
Kepi dan SPI. 2015. Penerapan Penilaian Indonesia (PPI 3). Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI). Jakarta;
Perundang-undangan
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;
................................,Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;
................................,Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah;
.................,Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah;
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah;
................................,Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;
................................,Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah;
.................,Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah;
*Penulis adalah ASN Pemda MTB, lulusan Magister Manajemen Aset dan Penilaian Properti MEP UGM Yogyakarta dan lulusan Magister Keuangan Publik pada MIE UPN “Veteran” Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar