Pelepasan Tanah untuk Logistic Supply Base (LSB) Migas Blok Masela dan Permasalahannya
1.
Pendahuluan
Dalam pelaksanaan Pengadaan
tanah untuk kepentingan pembangunan sering kali menimbulkan masalah dan polemik
meskipun manfaat pengadaan tanah tersebut secara pasti telah diketahui dan akan
dirasakan bersama-sama manfaatnya oleh masyarakat termasuk pemilik tanah
tersebut. Konflik kepentingan antara hak kepemilikan tanah dari pemilik lahan
dan aspek hukum dalam proses pembebasan tanah merupakan hambatan-hambatan yang
sering terjadi dalam proses pengadaan tanah.
Masalah pembebasan
tanah merupakan kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti
rugi kepada yang berhak atas tanah tersebut belum diatur secara rinci dalamUndang
Undang Pokok Agraria. Ketentuan Pasal 53 ayat (3)
dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum merupakan jawaban atas masalah diatas, yang dalam pelaksanaannyasecara
teknis telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 71 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Masalah pengadaan
tanah ini muncul ketika pemilik lahan tidak bersedia melepaskan haknya kepadapihak
lain meskipun demi kepentingan umum dan terfasilitasi oleh pemerintah, tidak terkecuali Logistic Supply Base atau pangkalan logistik proyek raksasa minyak
dan gas Blok Masela di kabupaten Maluku Tenggara
Barat.
Blok Masela
merupakan salah satu wilayah kerja migas di Indonesia yang tercatat memiliki
kandungan gas terbukti mencapai 10,7 triliun cubic feet (TCF) dan merupakan gas abadi
terbesar di dunia, artinya kemunculan wacana pengelolahan migas di MTB
sungguh-sungguh menjadi arena kontestasi kekuasaan bagi pemerintah pusat maupun
daerah salah satunya adalah tarik menarik argumen tentang eksistensi blok
masela apakah dilaksanakan di laut melalui kilang terapung atau melalui
pipanisasi di darat. Perhelatan panjang antar pemangku kepentingan menciptakan
kondisi politik yang tidak stabil pada skala nasional maupun daerah.
Perdebatan pembangunan
fasilitas regasifikasi gas alam cair (LNG) di Blok Masela, Maluku, bukanlah hal
baru. Meski, kali ini diramaikan oleh dua orang
menteri di Kabinet Kerja Presiden
Joko Widodo. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mendukung
pembangunan fasilitas pengolahan di darat, sementara Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said bersama SKK Migas menginginkan pembangunan
dilakukan di lepas pantai sesuai rencana pengembangan yang dibuat oleh Inpex
Corporation salah satu operator di blog masela. Perhelatan panjang ini menjadi
polemik yang berkepanjangan dan semua pihak angkat bicaradiantaranya pihak akademisi, politisi,
praktisi, LSM, mahasiswabahkan masyarakat umum.
Presiden Joko Widodo
akhirnya mengambil keputusan untuk membangun kilang di Blok Masela, Maluku
dengan skema pipanisasi di darat (onshore) seperti yang direkomendasikan
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli. Hal tersebut diputuskannya
setelah melalui banyak pertimbangan dan masukan dari berbagai pihak dengan
pertimbangan proyek Blok Masela merupakan proyek jangka panjang dan menyangkut
anggaran ratusan triliun rupiah. Presiden menyampaikan bahwa “ini adalah sebuah proyek jangka panjang, tidak hanya
setahun, dua tahun, tidak hanya 10 tahun 15 tahun tetapi proyek yang sangat
panjang, yang menyangkut ratusan triliun rupiah. Oleh sebab itu, dari
kalkulasi, dari perhitungan, dari pertimbangan yang sudah saya hitung, kita
putuskan dibangun di darat," katanya di Ruang Tunggu Keberangkatan Bandar Udara
Supadio, Pontianak, Rabu (23/3/2016) dalam sindonews.com.
Keputusan diatas sangat
mendukung penetapan pemerintah melalui SKK Migas untuk melaksanakan langkah persiapan penetapan lahan pembangunan Logistic Supply Baseatau pangkalan
logistik di Saumlaki, khususnya di wilayah petuanan Olilit. Logistic
Supply Base merupakan basis aktifitas perusahaan yang akan
dilaksanakan lebih dari satu abad. Serentak kebijakan ini direspon oleh
pemerintah daerah untuk memfasilitasi adanya pengadaan tanah tersebut. Namun
dalam perjalanannya terjadi berbagai tarik ulur tentang pelepasan tanah tersebut. Dalam pertemuan
yang berlangsung di Pendopo Bupati Maluku Tenggara Barat (MTB), Rabu (18/11)
dalam kabartimur.co.id, menyatakan berjumlah 10 pemilik lahan keberatan untuk
melepaskan tanahnya, sementara 52 pemilik lahan lainnya menyatakan setuju.Rapat
konsultasi pengadaan tanah oleh Panitia Persiapan Pengadaan Tanah dari Provinsi
Maluku bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten MTB, SKK Migas dan INPEX
Masela Ltd. Kepala Biro Pemerintah Pemprov Maluku Hamin Bin Tahir selaku
sekretaris panitia itu menyatakan, “lahan di Desa
Olilit, Kecamatan Tanimbar Selatan dipilih setelah melalui studi kelayakan dan
studi amdal (aman dampak lingkungan), dan sudah mendapat izin dari Kementerian
Lingkungan Hidup)”.
Sebagaimana dikutip dari www.tollgroup.com
sekian banyak aktifitas yang akan dilakukan ketika kilang minyak dan gas berada di darat.
Secara garis besar dapat diinventarisir aktivitas pada Logistic Supply Base ketika
dibandingkan dengan aktivitaS Minyak dan Gas dunia sebagai beriku:
-
Layanan basis pasokan dan fasilitas mendukung untuk operasi eksplorasi,
pengeboran dan produksi onshore dan Offshore
-
Layanan dukungan perencanaan dan pengelolaan logistik untuk
proyek-proyek lepas pantai dan onshore dan
Offshore
-
Manajemen proyek proyek konstruksi onshore
dan Offshore
-
Pengadaan dan jasa manajemen
-
Pergudangan dan penyimpanan layanan, termasuk manajemen pergudangan
lepas pantai dan barang berbahaya
-
Manajemen persediaan, menerima dan konsolidasi barang dan bahan
-
Tubular dan casing manajemen
dan penyimpanan
-
Jasa transportasi angkutan yang komprehensif termasuk transportasi
barang berbahaya
-
Transportasi massal khusus, termasuk minyak mentah, air, semen, bubuk
pengeboran dan cairan
-
Angkutan berat dan transportasi jalan dimensi
-
Penyediaan manajemen, tenaga kerja, derek, bongkar muat dan personil
terlatih untuk menyediakan hilir mudik antara layanan transportasi jalan dan
laut
-
Manajemen karantina, termasuk pemeriksaan, persiapan dan pengepakan
-
Penyediaan, koordinasi dan manajemen operasi kapal maritime, penyewaan
kapal dan menyewaan peralatan yang akan dioperasikan.
Sekian aktifitas
hulu dan hilir akan ditata di Logistic
Supply Base ini, sehingga penyiapan lahan yang memadai menjadi
faktor penting dalam menjawab aktifitas pengelolaan minyak dan gas pada blok
Masela tersebut. Akan ada sekian infrastruktur yang akan dibangun di lahan
seluas 41,5 hektar tersebut mulai dari jalan dan jembatan hingga gedung dan
gudang serta sarana prasarana penunjang lainnya.
Kondisi diatas ditegaskan
oleh Bupati MTB Bitzael Sylvester Temar dalam arahannya saat membuka acara
musyawarah bersama pemilik lahan. Dalam arahannya beliau menyampaikan bahwa pemerintah daerah
berharap seluruh pemilik lahan yang akan dijadikan pangkalan logistik
tersebut dapat menyetujui pemanfaatan lahan mereka demi kesejahteraan
masyarakat Maluku secara umum dan MTB secara khusus. Terlebih khusus lagi bagi warga
desa Olilit. Bupati menyatakan, bila Logistic Supply Base itu jadi dibangun di
Saumlaki, akan banyak sekali tenaga kerja lokal yang akan terserap baik di
pangkalan logistik tersebut maupun industri ikutan lainnya. Akan terjadi
multi aktifitas di Logistic Supply Basesehingga pangkalan logistic tersebut membutuhkan dukungan semua pihak
termasuk pemilik lahan yang akan menjadi Logistic
Supply Base tersebut.
Tabel : Pemegang
Hak dan Luas Lahan
No.
|
Identitas Pemegang Hak
|
Luas Lahan
|
1
|
Warga Desa Olilit
|
11,5 hektare
|
2
|
Keluarga besar Tanjaya
|
30 hektare
|
Sumber : diolah dari berbagai media online
Luas lahan tersebut sebesar
41,5 hektare terdiri dari 93 bidang tanah yang dimiliki oleh 62 warga Desa
Olilit, Tanimbar Selatan. Namun demikian, penolakan atau keberatan disampaikan
oleh 10 warga, termasuk keluarga besar Tanjaya selaku pemilik PT. Kanawa
Panorama yang menjalankan usaha hotel dan restoran Beringin Dua. Adanya keberatan
dari pemilik hak dengan alasan sedang berupaya untuk membangun pangkalan
logistik sendiri untuk mendukung kegiatan perusahaan minyak dan gas yang sedang dan akan
beroperasi di Maluku. Tindaklanjut denganterbentuknya konsorsium dan menggandeng PT Alfa
Persada untuk membangun pangkalan logistik tersebut. Yang berpangkalan logistik di
Marunda, Jakarta Utara, dan telah berpengalaman dalam usaha ini selama lebih dari 20
tahun,” katanya. Ia menyatakan, bila keinginan itu terwujud maka pangkalan itu
bisa digunakan oleh perusahaan migas yang membutuhkan. Lahan milik keluarga besar
Tanjaya secara
keseluruhan sebesar 30
hektare, yang sudah bersetifikat ada 16 hektare, sisanya ada yang dalam proses
pelepasan dan yang sudah ada pengikatan (jual beli), pihak yang kontra
kebijakan tersebut adalah Antonius Belay, Anton
Kempirmase dan Hengky Thio dan Lydi Tandjaja, Philips Richard Tandjaja, Philips
Ricson Tandjaja, Diana Tandjaja, Freddy Tandjaja, dan Thiodorus Gaspers.
Pernyataan keberatanpun telah dilakukan melalui surat tertulis kepada pemerintah daerah bahwa tanah tersebut tidak dijual dan akan
dibangun pangkalan logistik untuk disewakan.
Kondisi ini
kemudian direspon oleh masyarakat olilit akhir tahun 2015 silam. Pelontaran kecaman keras yang ditujukan kepada kepada para pihak
yang mempertahankan lahan mereka untuk tidak dijual demi kepentingan nasional
tersebut. Motifasi mesyarakat pemilik tanah adalah adanya strategi pemasaran
yang dibuat bukan proses penawaran secara langsung namun dengan akan
dikerjasamakan lahan tersebut menjadikan harga tanah akan semakin naik demikian
halnya sebagaian masyarakat pemilik lahan yang merasa nilai tanah sangatlah
merugikan mereka.
Ketua
Pokja Formalitas SKK Migas, Didik Setiadi,mengatakan pemerintah sangat
mengedepankan unsur keadilan dan transparan dalam pembebasan lahan untuk
kepentingan umum, yakni dengan melibatkan para pemilik lahan."Pengalaman
proses pembebasan lahan pada beberapa daerah, semuanya mencapai kesepakatan
dengan hasil yang memuaskan dan tidak ada pemilik lahan yang merasa dirugikan.
Kami menginginkan hal yang sama juga akan terjadi di Saumlaki,"
katanya.Senada dengan Didik, Kepala Kanwil BPN Provinsi Maluku Jaconias Walayo
mengatakan setiap proses pengadaan tanah ada 10 azas yang diutamakan, yakni
kemanusiaan, keadilan, pemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan,
keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan.
1.1
Kondisi
geografis Daerah
Kabupaten Maluku Tenggara
Barat dibentuk berdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2000 tentang
Perubahan sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat
merupakan salah satu dari 9 Kabupaten dan 2 Kota di propinsi
Maluku. Luas wilayah Kabupaten Maluku Tenggara Barat 52.996 Km2 yang terdiri
dari luas wilayah darat 10.102,92 Km2 dan luas wilayah laut 42.892,28 Km2.
Daerah ini merupakan daerah kepulauan yang terdiri atas pulau besar dan kecil
dengan jumlah pulau sebanyak 85 buah, 57 pulau diantaranya telah dihuni
dan 28 pulau belum dihuni. Penduduk Kabupaten Maluku Tenggara Barat
sesuai data semester pertama Tahun 2013 berjumlah 170.665 jiwa. Wilayah
administratif Kabupaten Maluku Tenggara Barat terbagi atas 10 Kecamatan 76 Desa
dan 1 Kelurahan dengan Ibukota Kabupaten di Saumlaki. Wilayah Maluku
Tenggara Barat secara geografis terletak di bagian selatan Provinsi Maluku
dengan batas – batas administratif sebagai berikut ;
-
Sebelah Utara : Laut Banda
-
Sebelah Selatan : Laut Timor , Negara
Timor Leste dan Negara Australia.
-
Sebelah Barat : Kabupaten
Maluku Barat Daya
-
Sebelah Timur : Laut
Arafura.
Secara astronomis Kabupaten Maluku Tenggara Barat
terletak pada 6 – 8,30” Lintang Selatan dan 125,45 – 133 Bujur Timur.
Gambar 1 : Kawasan Blok
Masela, Onshore dan Logistic Supply Base (LSB)
Sumber : Google Maps(Diolah)
Titik blok masala berada pada jarak 115
kilometer diarah barat daya kota Saumlaki kabupeten Maluku Tenggara Barat.
Arahan presiden untuk melakukan operasi dengan cara pipanisasi ke darat
(onshore) atau kilang di darat yang wilayah terdekatnya adalah pulau selaru.
Kebijakan nasional direspon oleh pemangku kepentingan dengan pelakukan
pengadaan tanah untuk logistic supply
Base atau pangkalan logistic di pulau Yamdena tepatnya di desa olilit Kec. Tanimbar Selatan.
2.
Metode
Makalah hukum
properti merupakan tugas yang dibuat berdasarkan pada metoda, sistematika dan
pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari suatu gejala atau beberapa
gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya (Soekanto, 1986:36). Jenis
penelitian yang digunakan dalam tugas ini adalah bersifat normatif yang
merupakan suatu penelitian yang mempelajari norma norma hukum yang merupakan
bagian essensial dalam ilmu hukum (Mahmud, 2005:36), serta dikomperatifkan
dengan ilmu penilaian properti. Sifat dari tugas ini adalah menjelaskan dari
perspektif hukum yang berhubungan dengan property secara normatif yang
dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori, konsep baru sebagai prespektif
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Mahmud,2005:35). Adapun sumber data
dalam penulisan paper ini adalah dengan menggunakan data-data sekunder. Sumber
data sekunder yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu merupakan bahan
hukum yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berbagai
referensi berupa buku cetak, Koran online,
artikel, serta bahan lainnya yang berkaitan dengan pokok bahasan.
3. Tinjauan
Pustaka
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 2 Tahun2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan
Umum yangdimaksud dengan Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah
dengan caramemberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak
(Pasal 1 angka 2). Pihak yang berhak tersebut adalah pihak yang menguasai atau
memiliki objekpengadaan tanah (Pasal 1 angka 3). Objek Pengadaan Tanah adalah
tanah, ruang atastanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan
dengan tanah, ataulainnya yang dapat dinilai (Pasal 1 angka 4).
UUPA dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 mengatakan
kepentinganumum dinyatakan dalam arti peruntukannya, yaitu :
Untuk
kepentingan bangsa dannegara, kepentingan bersama dari rakyat dan kepentingan
pembangunan.Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
kepentinganumum adalah kepentingan tersebut harus memenuhi peruntukannya dan
harusdirasakan kemanfaatannya, dalam arti dapat dirasakan oleh masyarakat
secarakeseluruhan dan atau secara langsung.
Menurut Maria S.W Sumardjono ganti rugi diberikan
dalam bentuk :
1.
Uang;
2.
Tanah
dan/atau bangunan pengganti atau pemukiman kembali;
3.
Tanah
dan/atau bangunan dan/atau fasilitas lainnya dengan nilai paling kurang sama
dengan harta benda wakaf yang dilepaskan;
4.
Recognisi
berupa pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yangbermanfaat bagi
kesejahteraan masyarakat setempat (untuk tanah ulayat), atau sesuai keputusan
pejabat yang berwenang untuk tanah instansi pemerintah atau pemerintah daerah.
Pendapat
Sudaryo Soimin, pembebasan tanah tidak terlepas dari masalah gantirugi yang
menjelaskan bahwa :
“Ganti
Rugi (Compensation)yang utama adalah merupakan penggantiankerugian, bilamana
harta seseorang pemilik yang dicabut dari hartapribadinya. Nilai ganti rugi
yang dibayar tersebut harus sama dengan nilaiyang diambil padanya, tujuan dan
ganti rugi itu untuk mendapatkan uang yangnilainya setara dengan yang diambil.”
Asas dalam pengadaan
tanah menurut hukum nasional dalam makalah Syafrudin Kalo (2004), disampaikan bahwa :
1. Asas Kesepakatan / Konsensus;
2. Asas Kemanfaatan;
3. Asas Kepastian;
4. Asas Keadilan;
5. Asas Musyawarah;
6. Asas keterbukaan;
7. Asas Keikutsertaan
8. Asas Kesetaraan.
Maria S.W Sumardjono (2001) tanah negara adalah
tanah-tanah yang tidak dilekati dengan suatu hak yakni hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan, hak pakai atastanah negara, hak pengelolan serta
tanah ulayat dan tanah wakaf. Adapun ruang lingkup tanah negara meliputi :
1.
Tanah-tanah
yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya;
2.
Tanah-tanah
hak yang berakhir jangka waktunya dan tidak diperpanjang lagi;
3.
Tanah-tanah
yang pemegang haknya meninggal dunia tanpa ahli waris;Tanah-tanah yang
ditelantarkan;
4.
Tanah-tanah
yang diambil untuk kepentingan umum.
Menurut Ali Ahmad Chomzah kriteria kepentingan umum serta prosedur untuk
menerapkannya tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila tidak tersedia
sumber daya manusia pelaksana yang memenuhi kualifikasi, baik secara moral
maupun profesional.
Pertama,kualifikasi moral, artinya bahwa dalam penentuan kepentingan
umum dibutuhkan orang-orang yang secara jelas memunyai sikap, prilaku dan
komitmen terhadap moral, menjaga kejujuran, dan kebenaran dalam menentukan
pemanfaatan kepentingan umum tersebut sehingga tidak ada lagi kepentingan umum
sekedar kedok untuk mewujudkan kepentingan pribadi.
Kedua,kualifikasi profesional, artinya bahwa dalam
penentuan kepentingan umum dibutuhkan orang-orang yang benarmengerti segala
kompleksitas persoalan hukum tanah,baik hukum positif maupun hukum yang hidup
di masyarakat. Persoalan sengketa tanah yang akhir-akhir ini justru menggejala
dan menimbulkan korban manusia terjadi diakibatkan oleh kecerobohan dan
ketidaktahuan aparat tentang hukum tanah. Misalnya, kasus pembunuhan masyarakat
transmigran oleh penduduk adat setempat, hal ini terjadi akibat tidaktahu
kepemilikian hukum adat yang hidup di masyarakat setempat.
Menurut
pendapat Ali Ahmad Chomzah, bahwa :
pengambilan
keputusan oleh Pemerintah pada setiap jenjang pemerintahan untuk mendapatkan
hakatas tanah harus selalu didasarkan pada kebutuhan tanah dalam melaksanakan
fungsi-fungsi pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan negara sebagaimana
dirumuskan pada alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dari
konsep di atas dapat dipahami bahwa tujuan dan perolehan tanah yang dilakukan
pemerintah sepenuhnya untuk kepentingan umum dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Sehingga manakala pemerintah membutuhkan tanah
masyarakat haruslah dilakukan dengan cara-cara atau sesuai dengan prosedur
hukum sehingga tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kepentingan umum tidak
bersebrangan dengan pemilik tanah yang berhak atas tanah tersebut.
4. Pembahasan
Setiap kegiatan manusia
memerlukan ruang tertentu dan ruang berada diatas tanah. Tanah bersama-sama
dengan berbagai faktor produksi lainnya yaitu tenaga kerja, modal, teknologin
dan yang lainnya menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan tempat tertentu
bagi pemanfaatan tertentu pula. Pemanfaatan tanah atau lahan sangat menentukan
cara-cara masyarakat berfungsi. Menurut Reksohadiprodjo dan Karseno (94:11)
menjelaskan bahwa alasan permintaan terhadap tanah dari seseorang, perusahaan
dan berbagai lembaga berani membayar mahal dalam hal pemanfaatan tanah karena
ada preferensi terhadap tanah tenah tertentu.Menurut Blum
(1999) dari beberapa fungsi utama tanah dan lahan, ada beberapa fungsi tanah
dan lahan yang berhubungan dengan aktivitas manusia, seperti teknik, industri
dan sosial ekonomi, yaitu 1). Sebagai ruang infrastuktur untuk teknik, industri
dan sosial ekonomi serta pembangunannya; 2). Sebagai sumber daya energi,
material dasar, pertambangan dan air; 3). Sebagai sumber keindahan dan warisan
budaya.
Aktifitas Logistic
Supply Base akan mendukung perkembangan
dan pertumbuhan ekonomi dan
sosial, dimana penyediaan
infrastruktur harus melalui proses penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
yang meliputi tahap perencanaan, penyediaan lahan yang
akan terkena tapak bangunan, pelaksanaan konstruksi, operasi
dan pemeliharaan. Penyediaan
lahan merupakan faktor penentu untuk kelancaran pembangunan dan hampir tidak
ada kegiatan pembangunan yang
tidak memerlukan lahan.
Lahan tanah yang
digunakan dapat berupa tanah
yang dikuasai negara
atau tanah yang
dimiliki dengan suatu hak
oleh suatu obyek
hukum yang dapat berupa hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai sebagaimana dijelaskan
dalam UUPA. Logistic
Supply Base merupakan wujud konkrit dari kepedulian terhadap
masyarakat dimana pemerintah dapat memecahkan kebekuan terisolasian masyarakat
terpencil dan pedalaman, dengan pertumbuhan ekonomi dan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang lambat dapat merubah kondisi daerah termasuksentre bisnis distrik yang baru demi
menciptakan peluang dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
a.
Keterlambatan
Pembangunan Logistic Supply Base (LSB)
Sebagaimana
disampaikan diatas dimana salah satu indikator lambatnya pembangunan Logistic Supply Baseyaitu ketersediaan tanah dimana pada beberapa titik
masih mengalami benturan dengan masyarakat lokal maupun pengusaha baik tanah
pribadi maupun klaim tanah adat atau hak ulayat. Peran pemerintah daerah dan
pemerintah desa merupakan kunci dari permasalahan keterlambatan ini yaitu
bagaimana menuntaskan polemik kepemilikan perorangan maupun kepemilikan tanah
adat yang dipegang teguh oleh masyarakat adat khususnya pemuka adat daerah
tersebut. Masalah yang dihadapi antara lain :
1. Belum ditemukannya
kesepakatan harga tanah oleh pihak-pihak yang kontra dengan harga yang
ditawarkan pemerintah. Meskipun tidak seluruhnya pemilik tanah yang belum
bersepakat namun akan menjadi pekerjaan rumah yang berkepanjangan oleh pemerintah
daerah khususnya panitia pembebasan
tanah daerah.
2.
Belum adanya angka pasti
yang disampaikan oleh pemerintah. Masih dilakukan lobi-lobi dan pendekatan
persuasif yang sebenarnya merugikan pemerintah yaitu menguras konsentrasi
pemerintah pada kondisi yang sebenarnya tidak perlu diterapkan. Pemerintah
perlu mendapatkan nilai wajar yang relevan melalui jasa penilai independen.
Agar dalam penilaian lahan tersedia semua dasar penilaian dan pertimbangan dari
semua sisi penilaian dan menjadi dasar yang akurat. Dengan kata lain adanya persamaan
pandangan dalam perhitungan
luas tanah luasan tanah
berdasarkan sipat datar maupun
luasan tanah sesuai dengan kemiringannya.
3.
Adanya spekulasi tanah oleh pengusaha pemilik hak tanah dengan
isu mengalihkan lahan tersebut untuk kegiatan bisnis laiknya, terbukti dari
beberapa pemilik tanah telah menjalin komunikasi dengan beberapa perusahaan
untuk melakukan aktifitas bisnis dalam rangka menjemput peluang bisnis dengan
beroperasinya blok masala, kondisi ini menyulitkan pemerintah untuk melakukan pembebasan
lahan karena ada motif dan alih fungsi lahan untuk kegiatan lain diluar studi
kelayakan dan analisis dampak lingkungan yang disepakati pemerintah untuk
membangun Logistic Supply Basedi
desa Olilit.
4.
Proses komunikatif yang
belum dilaksanakan secara baik antara pemerintah dengan pemilik lahan.
Komunikasi dalam bentuk musyawarah mufakat semestinya dilaksanakan setelah
adanya penetapan nilai oleh penilai independen, dan menjadi dasar musyawarah
disitulah akan terjadi silang pendapat namun paling tidak ada dasar
pertimbangan rasional yang dapat diterima oleh pemilik lahan.
b.
Kebijakan
pertanahan
Kebijakan
pertanahan telah dipikirkan dan gariskan dalam kebijakan nasional sejak bangsa
Indonesia merdeka dan menyelenggarakan pemerintahan Negara sebagaimana termuat
dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 28G ayat (1), Pasal
28H, Pasal 28I ayat (5), Pasal 28J ayat (2), serta Pasal 33 ayat (3) dan ayat
(4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Dalam
pengembangannya perlu digariskan secara teknis penerapan kebijakan pertanahan
tersebut sebagaimana sebagai jawaban atas ketentuan Pasal 53 ayat (3) dan Pasal
59 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan
untuk Kepentingan Umum, maka lahirlah Peraturan Presiden Nomor 71 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang
mengatur tentang :
-
Perencanaan Pengadaan Tanah
yang terdiri dari dasar pengadaan tanah, dokumen perencanaan pengadaan tanah;
-
Persiapan Pengadaan Tanah
yang terdiri dari pemberitahuan rencana pembangunan, Pendataan Awal Lokasi
Rencana Pembangunan, Konsultasi Publik Rencana Pembangunan, Penetapan Lokasi
Pembangunan, Pembangunan Penetapan Lokasi Pembangunan, Pendelegasian persiapan
Pengadaan tanah;
-
Pelaksanaan Pengadaan Tanah
yang terdiri dari Penyiapan pelaksanaan, Inventarisasi dan Identifikasi,
Penetapan Nilai, Musyawarah Penetapan Bentuk Ganti Kerugian, Pemberian Ganti
Kerugian, Pemberian Ganti Kerugian Dalam Keadaan Khusus, Penitipan Ganti
Kerugian, Pelepasan Objek Pengadaan Tanah, Pemutusan Hubungan Hukum antara
Pihak yang Berhak Dengan Objek Pengadaan Tanah, Pendokumentasian Peta Bidang,
Daftar Nominatif dan Data Administrasi Pengadaan Tanah;
-
Penyerahan Hasil Pengadaan
Tanah yang terdiri dari Berita Acara Penyerahan, Pelaksanaan Pembangunan;
-
Pemantauan dan Evaluasi;
-
Sumber Dana Pengadaan Tanah
-
Pengadaan Tanah Skala Kecil
-
Insentif Perpajakan
Pokok regulasi
tersebut merupakan kebijakan nasional untuk membentuk penyelenggaraan tanah
yang sistematis dan sistemik dalam kerangka kebijakan nasional.
Dalam
penyelenggaraan tanah tersebut tentunya tidak terlepas dari permintaan tanah
oleh pihak yang mengusai tanah tersebut yang disebut dengan proses ganti
kerugian yaitu dapat berupa uang, tanah pengganti, pemukiman kembali maupun gabungan
dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian atau bentuk lain yang disepakati para
pihak. Ganti kerugian termasuk diberikan untuk hak atas tanah, bangunan,
tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah.Selain terhadap
tanah-tanah hak perseorangan, dalam keputusan presiden ini ditentukan, bahwa
terhadap bidang tanah yang dikuasai dengan hak ulayat diberikan penggantian
dalam bentuk pembangunan fasilitasi umum atau bentuk lain bermanfaat bagi
masyarakat setempat. Dalam hal pengadaan
tanah oleh pemerintah atau pemerintah daerah untuk pelaksanaan pembangunan
demi kepentingan umum dapat dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, atau juga
dengan pencabutan hak atas tanah.Menurut
Pasal 2 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum, bahwa pengaturan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum ditegaskan bahwa Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang
diperlukan bagi pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat
dilakukan apabila berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah
ditetapkan lebih dahulu. Sedangkan
dalam hal pengadaan tanah oleh pemerintah
atau pemerintah daerah untuk pelaksanaan pembangunan demi kepentingan umum
dapat dilaksanakan dengan cara pelepasan
atau penyerahan hak atas tanah, atau juga dengan pencabutan hak atas
tanah.
c.
Faktor
penentu ganti kerugian beberapa negara
Sebagaimana
disampaikan oleh sumardjono maria (2001) bahwa masalah ganti rugi merupakan isu
sentral yang paling rumit penanganannya dalam upaya pengadaan tanah oleh
pemerintah dengan pemanfaatan tanah-tanah hak. Kitay, 1985 dalam sumardjono
maria (2001) dapat dikomperatifkan dengan berbagai Negara misalnya di Brasil
untuk menentukan besaran kerugian yang diperuntukan kepada keperluan pemungutan
pajak, lokasi, keadaan tanah dan nilai pasar selama lema tahun terakhir dari hakatas
tanah lain yang sebanding merupakan indikator penting yang digunakan sebagai
patokan. Di India, hal-hal yang dipertimbangkan adalah nilai pasar tanah saat
diumumkan pengambilan tanah tersebut, kerugian yang timbul karena dipecahnya
bidang tanah tertentu, ganti kerugian sebagai akibat pengurangan keuntungan
yang diharapkan dari tanah tersebut, sejak pengumuman pengambilan tanah sampai
dengan selesainya seluruh proses. Sedangkan kenaikan nilai tanah dihubungan
dengan penggunaannya dikemudian hari dan segalah perbaikan yang dilakukan setelah
adanya pengumuman tentang pengambilan tanah tersebut, tidak diperhitungkan sebagai
faktor penentu ganti kerugian. Sedangkan di Singapura disamping hal-hal
tersebut diatas, masih ditambahkan bahwa bukti tentang penjualan hakatas tanah
dapat membuktikan bahwa jual-beli tersebut berdasarkan itikad baik dan bukan
tujuan spekulasi.
d.
Ganti
rugi yang adil
Hak
atas tanah harus digunakan sesuai dengan sifat dan tujuan haknya, sehingga
bermanfaat bagi pemegang hak dan masyarakat yaitu adanya keseimbangan antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum, dan bahwa kepentingan perseorangan
tersebut diakui dan dihormati dalam rangka pelaksanaan kepentingan masyarakat
secara keseluruhan. Namun dalam pelaksanaannya sering kali tidak mudah untuk
menentukan keseimbangan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum.
Ganti
rugi merupakan upaya mewujudkan penghormatan kepada hak-hak dan kepentingan
perseorangan yang telah dikorbankan untuk kepentingan umum, dapat disebut adil
apabila hak tersebut tidak membuat seseorang menjadi lebih kaya atau menjadi
lebih miskin dari kondisi sebelumnya.
Bahwa
Pengadaan tanah untuk pelaksanaan pembangunan demi kepentingan umum dilakukan
melalui musyawarah
penetapan ganti kerugian dengan
tujuan memperoleh kesepakatan mengenai pelaksanaan pembangunan di lokasi yang
ditentukan, beserta bentuk dan besar ganti kerugian.
Pembebasan
tanah perlu dilakukan gantI
kerugian oleh pemerintah, ganti rugi akan dibayar kepada pemilik lahan apabila
tanah dibebaskan oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Menurut Budi Harjanto dan Wahyu Hidayati (2015:15)
untuk mendapatkan ganti rugi yang adil kedua belah pihak, maka harus mengikuti
prinsip-prinsip betterment yaitu
suatu prinsip yang menerangkan pada pemberian kompensansi yang tidak
menguntungkan dan tidak merugikan kepada kedua belah pihak, oleh karena itu
peranan penilai diperlukan. Peranan penilai dengan kapasitas yang bebas (tidak
berpihak) sehingga memperoleh nilai yang adil.
Kemudian proses
musyawarah yang dilakukan oleh panitia pembebasan tanah dan pemegang hak
ditujukan untuk memastikan bahwa pemegang hak memperoleh ganti kerugian yang
layak terhadap tanahnya. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum pasal 36 mengamanatkan
bahwa Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk :
a.
uang;
b.
tanah pengganti;
c.
permukiman kembali;
d.
kepemilikan saham;
e.
atau bentuk lain yang
disetujui oleh kedua belah pihak
Faktor penunjang keberhasilan dalam pengadaan tanah,
baik olehpihak swasta maupun pihak pemerintah yang memerlukan pengadaan tanah
tersebut adalah keahlian dalam memperoleh informasi mengenai kondisi psikologis
dari pemegang hak, latar belakang dan nilai historikal tanah tersebut agar dapat
melakukan pendekatan serta memperhitungkan ganti kerugian yang sesuaidan wajar
kepada para pemegang hak yang bersangkutan.
5. Kesimpulan
Pada kenyataannya
fungsi tanah dalam kehidupan manusia tidak hanya mempunyai nilai ekonomis dan
kesejahteraan semata namun juga berdampak masalah sosial, politik, kultural,
psikologis dan kemanusiaan. Masalah-masalah pertanahan perlu diterapkan secara
sitematis dan sistemik melalui legal approach (pendekatan hukum), prosperity
approach (pendekatan kemakmuran), security approach (pendekatan
keamanan), dan humanity approach (pendekatan kemanusiaan) (Abdurrahman,
1991:8). sehingga semua hak atas tanah mempunyai fungsi secara sosial, maka kepentingan
umum merupakan pilihan prioritas yang harus didahulukan diatas kepentingan pribadi,
sedangkan kepentingan perorangan selama itu tidak menghalangi kepentingan umum akan
tetap diakui sebagai hak yang sah dan mutlak pada setiap pribadi.
Fungsi Logistic
Supply Base atau pangkalan logistik
merupakan sarana vital dan tidak dapat ditunda dalam pembangunan kilang minyak
dan gas Blog Masela secara onshore.
Masyarakat perlu mendukung langkah positif dari pemerintah ini, karena dengan
dipilihnya Logistic
Supply Base di wilayah kabupaten
Maluku Tenggara Barat, maka otomatis akan merubah performa daerah diberbagai
bidang dimana akan melahirkan multiplierefect
positif kepada masyarakat setempat.
Perdebatan dan
polemik yang terjadi akibat adanya berbagai motofasi pemilik lahan untuk
mendapatkan keuntungan lebih dari proyek Logistic Supply Base semestinya perlu disadari bersama oleh pemilik lahan.
Apabila nilai nilai yang ditentukan adalah tidak merugikan dan tidak
semena-mena oleh pemangku kepentingan, maka masyarakat pemilik semestinya pro
aktif memberikan kontribusi kepada pembangunan daerah. Musyawarah yang
difasilitasi oleh pemda hendaknya menjadi wahana bernegosiasi dalam
keterbuakaan sehingga dapat mencari pemecahan masalahnya. Masyarakat
bijaksananya pro pemerintah demi kepentingan bersama.
6.
Saran
Tindak
Agar
ekses yang sering terjadi dimasa lampau tidak terulang lagi dimana sering
terjadi konflik dan perpanjang perkara hingga diperdatakan ke Pengadilan Negeri
bahkan Mahkama Agung, maka perlu diupayakan untuk dilaksanakan secara adil dan
bijaksana. Pembanguan Logistic Supply Base
ini membutuhkan lahan sebesar 41,5 hektar dan merupakan proyek dalam waktu yang
sangat lama eksis di kabupaten Maluku Tenggara Barat sehingga manajemen
pengadaan tanah harus diterapkan sebaik mungkin sehingga dikemudian hari dalam
operasionalnya tidak menjadi pekerjaan rumah berkelanjutan dengan cara :
-
Mengingat hingga saat ini
lahan yang akan digunakan belum menggunakan jasa penilai, maka pemerintah
melalui pihak terkait secepatnya menggunakan jasa penilai independen yang
minimal direkomendasikan dari kementrian keuangan untuk menilai kewajaran tanah
yang merupakan dasar musyawarah dengan masyarakat terkait pelepasan tanah
tersebut.
-
Pemerintah hendaklah
melakukan komunikasi secara langsung dengan pemegang hak (tanpa bantuan Panitia
Pengadaan Tanah) melalui cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang
disepakati para pihak berdasarkan musyawarah. Sumardjono maria (2001)
menyampaikan bahwa dalam penerapan kebijakan nasional tentang pengadaan tanah
tersebut disadari sungguh membawa kerumitan menentukan besarnya ganti kerugian,
namun serumit apapun prosedur penentuannya, apabila hal ini memang menjamin
rasa keadilan, tentulah harus dilaksanakan. Kondisi seperti inilah yang harus
perankan oleh pemangku kepentingan sehingga pemegang hakpun merasa puas dan
semua dalil mengenai harga tanah yang murah, dalil mengenai rencana alih fungsi
lahan untuk usaha pribadi pada lahan miliknya dapat ditepis dengan harga tanah
yang relevan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
-
Abdurrahman. (1991). Masalah Pencabutan
Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia. Bandung: Citra Aditya
Bakti;
-
Budi Harjanto dan Wahyu Hidayati (2015) Konsep Dasar Penilaian Properti. Jogjakarta,
Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM;
-
Irawan, Iwan (2014) Jurnal. Studi
Kasus Pembebasan Tanah Dalam Proyek Normalisasi Waduk Pluit Ditinjau Dari
Perspektif Hukum Agrarian;
-
Mahmud, P. (2005). Penelitian Hukum.
Jakarta: Kencana Prenada Media Grup;
-
Maria S.W Sumardjono,Tanah dalam perspektif hak ekonomi, sosial dan budaya, PenerbitBuku
Kompas, Jakarta, 2008, Hal. 293;
-
--------------, (2001) Kebijakan Pertanahan
Antara Regulasi dan ImplementasiJakarta : Penerbit Buku Kompas;
-
Reksohadiprodjo, Sukanto dan Karseno, A. R.
(1994) Perekonomian Perkotaan.
Jogjakarta. BPFE.
-
Soekanto, S. (1986). Pengantar Penelitian
Hukum. Cetakan ke-3. Jakarta: UI Press;
-
Soetiknjo Iman (1994) Politik Agraria Nasional. Jogjakarta. Gadjah Mada University Press;
-
Sudaryo Soimin,Status
Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 1993;
-
Syafrudin Kalo, Reformasi Peraturan Dan Kebijakan
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Makalah - Fakultas Hukum Universitas
Sumatra Utara. 2004);
-
Wahid Yunus (2014) Pengantar Hukum Tata Ruang. Jakarta. Kencana.
2. Makalah/Artikel/Karya Ilmian
-
Baihaqi (2014) Landasan
Yuridis Terhadap Aturan Hukum Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Jurnal Ilmiah Peuradeun, International Multidisciplinary Journal);
-
Muhammad Bakri (2006) Pembatasan Hak Menguasai Tanah
Oleh Negara Dalam Hubungannya dengan hak Ulayat dan Hak Perorangan Atas Tanah
(Ringkasan Disertasi), (Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga);
-
Syafrudin Kalo (2004) Reformasi Peraturan
Dan Kebijakan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Makalah - Fakultas Hukum
Universitas Sumatra Utara)
3. Peraturan Perundang-Undangan
-
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
-
Undang-undang
No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum;
-
Peraturan
Presiden No. 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Dalam
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
4. Media Online
-
Antaramaluku.com/berita/32007/skk-migas-upayakan-musyawarah-pembebasan-lahan-olilit;
- Ekbis.Sindonews.Com/Read/1095146/34/Jokowi-Akhirnya-Putuskan-Kilang-Blok-Masela-Dibangun-Di-Darat;
-
Onepeterson.com/en/services/integrated-logistics/oil-gas/supply-base-operations;
Komentar
Posting Komentar